Selasa, 12 Juli 2011

Urgensi Kurikulum dan Pendidikan Kebudayaan di Indonesia

Urgensi Pendidikan dan Kurikulum Kebudayaan di Indonesia*
Oleh :
Muhammad Basir Matondang **

A. Latar Belakang
Di tengah guncangan badai globalisasi, masyarakat Indonesia dihadapkan pada sebuah ujian yang maha dahsyat dan multikompleks. Sehingga masyarakat Indonesia lebih disibukkan dengan masalah ekonomi, hukum, politik dan polemik-polemik sosial lainnya. Bahkan penyakit yang kini membudaya di kalangan para pejabat yang bernama Korupsi merupakan berita yang paling hangat dan santer di seluruh penjuru tanah air bahkan internasional. Tapi pendekatan yang dilakukan dalam menghadapai penyakit moral yang satu ini adalah pendekatan hukum. Hasilnya dapat kita lihat sendiri bahwa dengan jalan hukum saja, korupsi tidak bisa di tumpas.
Kalau di telaah lebih dalam lagi, ada sebuah hal yang mendasari terjadinya ujian multikompleks ini bukan hanya sebatas pengaruh globalisasi tetapi juga penyakit masing-masing individu masyarakat Indonesia. Yah, masyarakat Indonesia saat ini mengalami degradasi moral yang cukup signifikan bahkan memberi pengaruh yang sistemik terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan. Masalah moral bukanlah masalah hukum tetapi masalah moral yang menimpa bangsa Indonesia adalah masalah pendidikan dan kebudayaan. Kenyataannya, peranan pendidikan dan kebudayaan dikesampingkan disegala urusan, orang lebih mementingkan kebutuhan ekonomi, politik, hukum dan sosial.
Namun, optimalisasi pendidikan dan kebudayaan akan menjamin terbukanya solusi terhadap penyakit moral dan mendongkrak nilai-nilai etika dan estetika yang bermanfaat bagi keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, optimalisasi kebudayaan dan pendidikan di Indonesia adalah kerinduan bangsa Indonesia.

B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Terinternalisasinya pengetahuan tentang kondisi kebudayaan Indonesia kepada generasi penerus bangsa khususnya mahasiswa.
2. Memberikan gambaran tentang sinergisitas antara kurikulum kebudayaan dan pengaruhnya terhadap pendidikan bagi generasi penerus bangsa.
3. Sebagai bahan perbandingan kebudayaan antar daerah di Indonesia.

C. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Timbulnya kesadaran generasi penerus bangsa khususnya mahasiswa untuk turut serta dalam menjaga, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan di Indonesia baik dalam konteks kedaerahan maupun konteks nasional, baik berupa benda budaya, aktifitas kebudayaan dan idealisme kebudayaan.
2. Timbulnya idealisme, khususnya mahasiswa sebagai kaum intelektual dalam mempertahankan kebudayaan Indonesia secara komprehensif terhadap gangguan, ancaman dan hambatan dari luar maupun dalam negeri.
3. Terwujudnya sinergisitas antara pendidikan sebagai wahana penempaan karakter generasi bangsa dan kebudayaan sebagai rangkuman nilai-nilai etika dan estetika bangsa.

D. Pembahasan
1. Pendidikan
Pendidikan menurut UU Sisdiknas 2003 Pasal 1 ayat 1 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan adalah salah satu pilar terpenting untuk meningkatkan kualiats manusia, faktanya pilar tersebut digunakan untuk menghitung Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dari data Human Development Report 2007-2008, HDI Indonesia sebesar 0,728 dan berada di rangking 107 dari 177 negara yang disurvei oleh UNDP. Hal ini sangat memprihatinkan. Dengan bertambahnya secara kuantitatif seharusnya dunia pendidikan Indonesia mampu mendongkrak kualitatifnya di mata Internasional. Hal ini mengindikasikan ada yang salah dengan sistem pendidikan di Indonesia.
Kondisi ini menunjukkan adanya hubungan yang berarti antara penyelenggaraan pendidikan dengan kualitas pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang dihasilkan selama ini. Secara logika, seharusnya pendidikan mampu mewujudkan sumber daya manusia yang maju, unggul dan siap bersaing di pasar internasional terkait mutu dan kualitas yang siap pakai. Walau dengan berbagai program pendidikan yang terencana, tentu saja dengan hasil UNDP tadi, kita melihat ada hal yang kurang. Yaitu dalam hal penempaan karakter generasi penerus. Sehingga ketika aspek karakter diabaikan, terjadilah degradasi moral dalam penempaan generasi bangsa.

2. Kebudayaan
Secara sepintas, berbicara mengenai kebudayaan kita akan dihadapkan pada sebuah persepsi dasar mengenai benda-benda kuno. Seperti candi, makam, artefak, kerajaan, relief, dan sebagainya. Namun, persepsi yang di atas hanya sebagian kecil dari kebudayaan karena kenyataannya bahwa kebudayaan memiliki aspek yang sangat luas dan diimplementasikan pada setiap bidang baik itu sosial, ekonomi, hukum, politik dan sebagainya.
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1986). Menurut Harrison dan Huntington (2000 ; 163) bahwa kebudayaan adalah ide komunitas tentang apa yang benar, baik, indah dan efesien. Lain lagi dengan pandangan Soekanto (1983), beliau berpendapat bahwa kebudayaan adalah hasil karya, rasa dan cipta manusia yang didasarkan pada karsa. (dalam Anshari, 2010 :2).
Yang terpenting dari kebudayaan adalah nilai-nilai etika dan estetika yang diimplementasikan ke segala bidang. Baik itu Politik, Sosial, Hukum, dan aspek lainnya. Jika kebudayaan Indonesia dijadikan sebagai wahana penempaan karakter bangsa, maka kemungkinan besar hadir sebuah solusi terhadap degradasi moral yang menghinggapi Indonesia saat ini. Untuk lebih memahamkan dalam rangka menyamakan persepsi kita akan melihat wujud kebudayaan itu sendiri.

3. Wujud Kebudayaan
Dari ketiga defenisi di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa secara nyata, kebudayaan terdiri dari tiga wujud yaitu ide/gagasan yang mencakup nilai dan norma, aktifitas berpola, dan benda fisik budaya/artefak.
• Ide / gagasan yang akan melahirkan idealisme ini adalah wujud kebudayaan yang abstrak tetapi dapat dirasakan oleh manusia. Ide/ gagasan mencakup pada nilai-nilai hidup dan norma-norma yang berlaku. Kalau kita melihat dalam konteks kekinian, wujud kebudayaan yang pertama inilah yang menjadi permasalahan bangsa Indonesia yang paling serius. Maka perlu peranan yang nyata antara penanganan kebudayaan dan pendidikan. Tentu saja dalam fungsinya dalam menanamkan karakter etika, estetika, norma dalam diri generasi penerus Indonesia. Ketika seseorang memiliki karakter yang kuat, maka akan timbul idealisme yang kuat. Karakter etika yang kuat akan membentuk idealism etika yang kuat juga.
• Aktifitas berpola ini adalah mencakup aktifitas yang dilakukan oleh manusia dalam kesehariannya. Misalnya dalam konteks agama, pada bulan Ramadhan ummat muslim wajib menunaikan ibadah puasa. Hal ini berlanjut dan berpola pada setiap bulan Ramadhan. Maka puasa adalah kewajiban yang membudaya di kalangan ummat muslim. Sama halnya dengan budaya Pesta Panen, hal ini dilakukan setiap sawah usai di panen maka diadakan pesta. Kegiatan ini berpola pada setiap usai memanen padi dan akhirnya menjadi kebudayaan.
• Benda fisik budaya adalah bentuk-bentuk kebudayaan yang tertuang dimensi ruang dan waktu. Mencakup artefak (benda-benda kuno), hal-hal yang bisa dipentaskan misalnya tari-tarian, hal-hal yang bisa di indera seperti lagu dan sebagainya. Khusus untuk benda fisik Indonesia tidak memiliki kekuatan secara formal melindungi, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan dalam wujud ketiga ini. Contohnya pada kasus yang menimpa Indonesia dengan pengklaiman hak milik atas asset kebudayaan Indonesia oleh Malaysia. Seperti yang terjadi pada Reog Ponorogo, Lagu Rasa Sayange, Tari Pendet. Di sisi lain, penemuan artefak-artefak kuno di pantai Cirebon yang akhirnya tidak disimpan di museum tetapi di jual dengan harga mancapai 500 juta. Dan yang terakhir adalah berita yang sangat menggemparkan yaitu pengklaiman hak milik oleh Belanda terhadap lagu-lagu Almarhum Gesang tepat dua minggu sebelum sang Maestro menghembuskan nafas terakhirnya di Solo.
Kondisi ini cukup memprihatinkan karena ternyata UU Benda Cagar Budaya yang sudah ada pada tahun 1992 tidak mampu melindungi asset budaya berbentuk fisik secara komprehensif. Oleh karena itu dengan adanya RUU Kebudayaan yang diterbitkan pada 2009 lalu dan diperkuat oleh substansi hadirnya isu mengenai kurikulum kebudayaan dalam fungsinya menempa karakteristik bangsa, dan ditambah dengan kesadaran seluruh bangsa Indonnesia, bisa saja kebudayaan akan semakin terjaga dan terkembangkan secara komprehensif di tiga wujudnya.
4. Kurikulum
Dari sudut pandang klasik, kita akan menemukan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran / mata kuliah (untuk perguruan Tinggi) yang harus ditempuh oleh peserta didik untuk mencapai tingkat atau ijazah.
Tetapi sesuai dengan UU Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum merupakan bagian penting dalam proses belajar mengajar, dengan adanya kurikulum maka optimalisasi antara proses belajar dan substansi yang ditawarkan akan mencappai sebuah kesatuan yang utuh dan memiliki tujuan yang sama.

5. Kurikulum Kebudayaan
Dalam rangka optimalisasi antara pendidikan dan kebudayaan, maka wacana yang mampu menjamin adanya luaran yang nyata adalah kurikulum kebudayaan. Kurikulum kebudayaan adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran kebudayaan. Tentunya kebudayaan di atas adalah kebudayaan yang melingkupi ketiga wujud kebudayaan yang ada sebagai penempaan karakteristik bangsa.
Sebenarnya ada beberapa daerah yang sudah menjalankan kurikulum kebudayaan di daerahnya tentunya demi mempertahankan kebudayaan daerahnya dan kearifan lokalnya, tetapi sungguh menyedihkan bahwa ternyata kurikulum kebudayaan hanya ada di beberapa daerah saja seperti di Sumatera Barat ada mata pelajara BAM (Budaya Adat Minangkabau). Mata pelajaran ini dipelajari mulai kelas 4 SD sampai kelas 3 SMP. Lain halnya dengan Surakarta. Setelah mengadakan diskusi dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemko Surakarta pada tanggal 19 Mei 2010 di Ruang Sidang kampus FSSR Universitas Sebelas Maret Surakarta, bahwa di Surakarta ada kurikulum kebudayaan yaitu pendidikan Karawitan. Tetapi itu akan disempurnakan dengan sebuah wacana baru yang baru dicanangkan oleh walikota yaitu kurikulum Budi Pekerti.
Hal ini akan membuahkan hasil yang baik apabila sistem ini dapat diadopsi oleh seluruh daerah di Indonesia khususnya Sumatera Utara.

6. Pendidikan dan Kebudayaan
Hubungan antara pendidikan dan kebudayaan digambarkan sebagai hubungan ontologism dan epistimologis. Dalam konteks semakin menguatnya dan timbulnya etnonasionalisme, maka hubungan antara pendidikan dan kebudayaan semakin menonjol. Sedangkan di dalam prakteknya, ada berbagai model pendidikan untuk kesadaran dan pengembangan kohesi sosial, yaitu pendidikan multicultural, pendidikan transkultural, dan pendidikan intercultural. Tujuan dari metode pendidikan ini adalah untuk pengembangan sikap toleransi dalam masyarakat.
Pendidikan inter-kulutural ditekankan kepada eksistensi budaya-budaya atau sub budaya yang ada. Dalam rangka pengembangan kohesi sosial maka yang diperlukan ialah kegiatan interaksi budaya. Bentuk yang lain ialah trans-kultural yang mencari bentuk-bentuk universalitas dari budaya-budaya yang ada. Model trans-kultural ini barangkali yang telah kita gunakan di dalam praksis pendidikan selama Orde Baru.
Bagi masyarakat Indonesia dalam rangka otonomi daerah, model yang tepat ialah pendidikan multi-kultural. Artinya masing-masing budaya etnis yang ada di dalam masyarakat mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk berkembang.
Pendidikan sebagai bagian konstitutif dari kebudayaan adalah sebuah proses yang membiasakan anak didik mengenal, mempelajari, menguasai, dan menerapkan nilai-nilai yang diakui berguna bagi dirinya, keluarganya, humanitas, bangsa dan negara. Persekolahan adalah bentuk institusional dari pendidikan yang secara resmi ditugasi untuk melakukan pendidikan melingkupi mengajarkan pengetahuan, mendidik sikap, keterampilan, seni dan norma-norma hidup yang berlaku.
Tetapi sangat disayangkan bahwa pendidikan Indonesia saat initidak berorientasi pada kebudayaan sendiri, artinya pendidikan di Indonesia tidak menopang adanya pewarisan budaya yang ada di Indonesia. Sehingga membuat mentalitas dan karakter anak didik menjadi asertif terhadap kebudayaan sendiri. Kenyataannya justru mereka terperangkap dalam kontak budaya dengan budaya asing yang belum tentu memiliki nilai yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat Indonesia. Maka tidak heran jika nilai-nilai kebudayaan hilang dalam karakteristik bangsa Indonesia.
Sangat tepat sekali bahwa untuk penempaan karakter bangsa atau generasi penerus bangsa digunakan media nasional pendidikan. Yang harus dilakukan sekarang adalah mewujudkan pendidikan sebagai pengiring kebudayaan. Maka isu yang berkembang saat ini mengenai kurikulum kebudayaan adalah wacana yang tepat terkait dengan pendidikan kebudayaan.
Ketika kita berbicara mengenai pendidikan dan kebudayaan, maka kita dihadapkan pada dua substansi yang seharusnya berjalan seiring dalam mengiring kebudayaan Indonesia. Yaitu Pendidikan berbasis Kebudayaan dan Kebudayaan berbasis Pendidikan.
Kebudayaan berbasis pendidikan adalah salah satu substansi yang memberikan pendekatan nilai-nilai kebudayaan mencakup etika dan estetika pada semua mata pelajaran yang ada saat ini. Adanya nilai-nilai yang dituntut dalam sebuah kurikulum akan mampu menempa karakteristik siswa sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan. Esensi dari Pendidikan berbasis kebudayaan ini adalah optimalisasi ranah afektif dan psikomotorik dalam setiap mata pelajaran.
Dan Kebudayaan berbasis Pendidikan adalah salah satu substansi yang memberikan pandangan bahwa dalam rangka optimalisasi kebudayaan dan pendidikan perlu dicanangkannya mata pelajaran baru yaitu mata pelajaran yang bernuansa kebudayaan. Esensi dari substansi ini adalah lahirnya mata pelajaran baru.
Kita sebagai masyarakat Indonesia tidak akan mempermasalahkan kedua substansi yang lahir ini mana yang harus dipakai dan mana yang tidak dipakai. Tetapi kedua substansi ini berjalan beriring mengawali kebudayaan Indonesia yang hamper punah melalui dunia pendidikan. Dan akhirnya tersampaikannya nilai-nilai etika dan estetika pada generasi penerus bangsa dan lahir idealism dalam mempertahankan kebudayaan di Indonesia.

7. Kesimpulan
Melihat dalam konteks kekinian, kita tengah di hadapkan pada sebuah permasalahan yang multikompleks yang sebenarnya itu adalah masalah kebudayaan. Sungguh memprihatinkan bahwa kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam kini seenaknya diklaim oleh bangsa lain bahwa itu milik mereka, sementara di sisi lain, masyarakat Indonesia tengah mengalami degradasi moral dan tidak memiliki idealisme dalam mempertahankan kebudayaan Indonesia sendiri.
Setelah di telaah lebih mendalam, kita sepakat bahwa UU Benda Cagar Budaya pada tahun 1992 tidak bisa melindungi kebudayaan secara komprehensif. Hingga pada tahun 2009, adanya RUU Kkebudayaan yang diharapkan bisa melindungi kebudayaan secara komprehensif. Di tambah dengan adanya pencanangan Kurikulum kebudayaan secara nasional.
Maka, dalam membangun sebuah persepsi yang sama. Pendidikan sebagai wahana penempaan karakter anak bangsa mencakup pengetahuan, keterampilan, seni dan norma perlu di optimalisasikan secara menyeluruh dengan melahirkan wacana pendidikan kebudayaan. Maka wujud nyata pendidikan kebudayaan sudah ada berupa kurikulum kebudayaan dan mencoba mensinergikan antara kebudayaan berbasis pendidikan dan pendidikan berbasis kebudayaan. Sehingga terciptanya pendidikan sebagai pengiring kebudayaan.



BAHAN BACAAN
Anshari, Khairil. 2010. Urgensi Kurikulum Kebudayaan dalam Penempaan Karakter Bangsa Indonesia. Medan:UNIMED.(unpublished)

Arifin, Zainal. 2004.Pendidikan Nasional sebagai Pengiring Kebudayaan Nasional. Makalah(unpublished)

Assegaf, Abdur Rahman, dkk.2007. Pendidikan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Suka Press

Firman,Hendriko.2010.Kebudayaan dan Kurikulum Pendidikan Indonesia. Makalah Semnas(unpublished)

Joesoef, Daoed. 1982. Aspek-Aspek Kebudayaan yang Harus Dikuasai Guru, dalam Majalah Kebudayaan, no. 1 , tahun 1981/1982

Koentjaraningrat, 1986, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, Aksara Baru.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.1983. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:Pusbinbangsa

Swasono, Meutia F.H. (1974). Generasi Muda Minangkabau di Jakarta: Masalah Identitas Sukubangsa. Skripsi Sarjana. Jakarta: Fakultas Sastra UI
Swasono, Meutia F.H. 1975. Kebudayaan Nasional Indonesia : Penataan Pola Pikir. Makalah Sarjana. Jakarta : Fakultas Sastra UI.
Tilaar, H.A.R.2002.Perubahan Sosial dan Pendidikan.Jakarta: Grasindo
http://www.bcc.edu/NWCET/cdk/Overview/Standard.htm
http://74.125.155.132/search?q=cache:AdSU8pXlfKoJ:fikrieanas.wordpress.com/budaya-dan-pendidikan/+&cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id

Senin, 27 Juni 2011

Pengembangan dan Pemanfaatan Modul dalam Pembelajaran

Muhammad Basir Matondang
(Mahasiswa Jur. Bahasa dan Sastra Indonesia, NIM. 071222110055)
(Anggota Senat Mahasiswa FBS UNIMED 2009/2010 dan 2010/2011)
(Anggota Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Budaya dan Sastra se-Indonesia [ILMIBSI])

Pengembangan dan Pemanfaatan Modul dalam Pembelajaran

A. Pengembangan Modul
Pengembangan menurut KBBI adalah cara, atau perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dengan menggunakan media-media tertentu dalam rangka pencapaian mutu dan kualitas sesuatu.
Modul adalah suatu cara pengorganisasian materi pelajaran yang memperhatikan fungsi pendidikan. Strategi pengorganisasian materi pembelajaran mengandung squencing yang mengacu pada pembuatan urutan penyajian materi pelajaran, dan synthesizing yang mengacu pada upaya untuk menunjukkan kepada pebelajar.
Keterkaitan antara fakta, konsep, prosedur dan prinsip yang terkandung dalam materi pembelajaran. Untuk merancang materi pembelajaran, terdapat lima kategori kapabilitas yang dapat dipelajari oleh pebelajar, yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik. Strategi pengorganisasian materi pembelajaran terdiri dari tiga tahapan proses berpikir, yaitu pembentukan konsep, intepretasi konsep, dan aplikasi prinsip. Strategi-strategi tersebut memegang peranan sangat penting dalam mendesain pembelajaran. Kegunaannya dapat membuat siswa lebih tertarik dalam belajar, siswa otomatis belajar bertolak dari prerequisites, dan dapat meningkatkan hasil belajar.
Secara prinsip tujuan pembelajaran adalah agar siswa berhasil menguasai bahan pelajaran sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Karena dalam setiap kelas berkumpul siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (kecerdasan, bakat dan kecepatan belajar) maka perlu diadakan pengorganisasian materi, sehingga semua siswa dapat mencapai dan menguasai materi pelajaran sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam waktu yang disediakan, misalnya satu semester. Di samping pengorganisasian materi pembelajaran yang dimaksud di atas, juga perlu memperhatikan cara-cara mengajar yang disesuaikan dengan pribadi individu.

Bentuk pelaksanaan cara mengajar seperti itu adalah dengan membagi-bagi bahan pembelajaran menjadi unit-unit pembelajaran yang masing-masing bagian meliputi satu atau beberapa pokok bahasan. Bagian-bagian materi pembelajaran tersebut disebut modul.
Sistem belajar dengan fasilitas modul telah dikembangkan baik di luar maupun
di dalam negeri, yang dikenal dengan Sistem Belajar Bermodul (SBB). SBB telah
dikembangkan dalam berbagai bentuk dengan berbagai nama pula, seperti
Individualized Study System, Self-pased study course, dan Keller plan (Tjipto Utomo
dan Kees Ruijter, 1990).
Jadi pengembangan modul dalam pembelajaran adalah cara atau pebuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dengan menggunakan media modul dalam rangka pencapaian mutu dan kualitas yang terbaik dalam pembelajaran.
Rowntree (1999) mengemukakan ada sembilan aspek yang harus diperhatikan dalam mengembangkan modul yaitu :
1.Bantu pembaca untuk menemukan cara mempelajari modul, misalnya dengan megulangi bagian-bagian yang sulit dalam modul dan menerjemahkan kata-kata yang sulit.
2.Menjelaskan kepada pembaca apa-apa saja yang dipersiapkan sebelum mempelajari modul.
3.Menjelaskan kepada pembaca tujuan yang menjadi harapan mereka ketika mereka selesai mempelajari modul yang diajukan.
4.Beri pengantar tentang cara pembaca dalam menganalisis modul.
5.Sajikan materi sejelas mungkin sehingga pembaca dapat menyatukan antara materi di dalam modul dengan materi yang sudah dipelajari.
6.Beri dukungan pada pembaca agar mencoba segala langkah dalam memahami modul yang dipelajari.
7.Libatkan latihan dan kegiatan agar pembaca dapat memahami lebih jauh lagi mengenai materi yang ada dalam modul.
8.Berikan umpan balik pada latihan dan kegiatan yang telah dilakukan.
9.Bantu pembaca dalam merefleksikan dan meringkas materi yang dipelajari dalam modul.

Dari kesembilan hal di atas, Rowntree memberikan empat tahapan penting untuk melanjuti dan perlu dilakukan yaitu :
1.Mengidentifikasi Tujuan Instruksional
2.Memformulasikan Garis Besar Materi
3.Menulis Materi
4.Menentukan Format dan Tata Letak.
Dalam hal Menulis Materi, Rowntree memberikan 11 petunjuk mengenai gaya penulisan yang membantu penyampaian pesan terhadap pembaca :
1.Tuliskan kata-kata seperti kita berbicara agar tidak terkesan kaku bagi pembaca. Dalam tulisan modul tersebut kita harus bersikap sebagai seorang pembicara.
2.Gunakan kata ganti orang pertama seperti anda, saudara, penulis.
3.Bicara langsung dengan pembaca
4.Tulis mengenai orang, benda, dan fakta
5.Gunakan kalimat aktif dan subjek personal
6.Gunakan kata kerja
7.Gunakan kalimat singkat
8.Gunakan kalimat retorika
9.Lakukan dramatisasi jika diperlukan
10.Gunakan paragraph singkat
11.Gunakan ilustrasi, contoh dan kasus.




Dalam hal menentukan format dan tata Letak mencakup dua hal yaitu :
1. Format modul yang benar sebagai berikut :
a. Judul
b. Daftar Isi
c. Diagram Topik
d. Tujuan
e. Pretest
f. Pendahuluan
g. Kaitan Pelajaran lain
h. Heading
i. Pemberian tugas
j. Sign Posting
k. Ringkasan
l. Glossary
m. Post Test
n. Indeks

2. Tata letak (layout) meliputi tiga hal :
a. Ukuran halaman dan format
b. Kolom dan Margin
c. Penempatan tabel, gambar, dan diagram.
A.1. Model Pengembangan Modul

Model adalah sesuatu yang dapat menunjukkan suatu konsep yang menggambarkan keadaan sebenarnya. Model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses. Model merupakan replikasi dari aslinya.
Model pengembangan modul merupakan seperangkat prosedur yang dilakukan secara berurutan untuk melaksanakan pengembangan sistem pembelajaran modul. Dalam mengembangkan modul diperlukan prosedur tertentu yang sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai, struktur isi pembelajaran yang jelas, dan memenuhi criteria yang berlaku bagi pengembangan pembelajaran. Ada lima kriteria dalam
pengembangan modul, yaitu :
(1) membantu siswa menyiapkan belajar mandiri,
(2) memiliki rencana kegiatan pembelajaran yang dapat direspon secara maksimal,
(3) memuat isi pembelajaran yang lengkap dan mampu memberikan kesempatan belajar kepada siswa,
(4) dapat memomitor kegiatan belajar siswa, dan
(5) dapat memberikan saran dan petunjuk serta infomasi balikan tingkat kemajuan belajar siswa.
Teori dan model rancangan pembelajaran hendaknya memperlihatkan tiga komponen utama, yaitu
(1) kondisi belajar, (2) metode pembelajaran, dan (3) hasil pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan tersebut, pengembangan modul harus mengikuti
langkah-langkah yang sistematis.
Langkah-langkah tersebut adalah (1) analisis tujuan dan karakteristik isi bidang studi, (2) analisis sumber belajar, (3) analisis karakteristik pebelajar,
(4) menetapkan sasaran dan isi pembelajaran, (5) menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran, (6) menetapkan strategi penyampaian isi pembelajaran, (7) menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan
(8) pengembangan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Langkah-langkah (1), (2), (3), dan (4) merupakan langkah analisis kondisi pembelajaran, langkah-langkah (5), (6), dan (7) merupakan langkah pengembangan, dan langkah (8) merupakan langkah pengukuran hasil pembelajaran.

A.1.a Analisis Tujuan dan karakteristik Isi Bidang Studi
Analisis tujuan dan karakteristik isi bidang studi perlu dilakukan pada tahap awal kegiatan perancangan pembelajaran. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui sasaran pembelajaran yang bagaimana yang ingin dicapai. Secara lebih spesifik, langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui tujuan orientasi pembelajaran, misalnya orienatsi konseptual, prosedural, ataukah teoretik. Di samping itu, juga dimaksudkan untuk mengetahui tujuan pendukung yang memudahkan pencapaian tujuan orientasi tersebut.
Analisis karakteristik isi bidang studi dilakukan untuk mengetahui tipe isi bidang studi apa yang akan dipelajari siswa, apakah berupa fakta, konsep, prosedur, ataukah prinsip. Yang lebih pokok lagi adalah untuk mengetahui bagaimana struktur isi bidang studinya.

A.1.b Analisis Sumber Belajar
Analisis sumber belajar dilakukan segera setelah langkah analisis tujuan dan karakteristik isi bidang studi. Langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui sumbersumber belajar apa yang telah tersedia dan dapat digunakan untuk menyampaikan isi pembelajaran. Hasil kegiatan ini akan berupa daftar sumber belajar yang tersedia yang dapat mendukung proses pembelajaran.

A.1.c. Analisis Karakteristik Pebelajar
Karakteristik pebelajar didefinisikan sebagai aspek atau kualitas perseorangan berupa bakat, kematangan, kecerdasan, motivasi belajar, dan kemampuan awal yang telah dimilikinya. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui kualitas perseorangan yang dapat dijadikan petunjuk dalam mempreskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran, yang hasilnya berupa daftar pengelompokan karakteristik siswa menjadi sasaran pembelajaran.
Untuk mengoptimalkan perolehan, pengorganisasian, dan pengungkapan pengetahuan baru, dapat dilakukan dengan membuat pengetahuan baru itu bermakna bagi pebelajar dengan cara mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Ada lima jenis kemampaun awal yang harus diperhatikan dalam perancangan pembelajaran, yaitu (1) pengetahuan bermakna yang tak terorganisasi (arbitrarily meaningful knowledge), (2) pengetahuan analogis (analogic knowledge), (3) pengetahuan tingkat yang lebih tinggi (superordinate knowledge),(4) pengetahuan
setingkat (kooedinate knowledge), dan (5) pengetahuan tingkat yang lebih rendah (subordinate knowledge). Jenis-jenis pengetahuan awal itu sangat menentukan dalam membangun pengetahuan baru bagi siswa dalam pembelajaran.


A.1.d. Menetapkan Indikator dan Isi Pembelajaran
Langkah ini sebenarnya sudah bisa dilakukan segera setelah melakukan analisis
indikator dan karakteristik isi bidang studi, yang hasilnya berupa daftar yang memuat
rumusan indikator pembelajaran dan struktur isi yang akan dipelajari (Degeng, 1997).
Ada tiga kriteria dalam merumuskan indikator pembelajaran, yaitu
(1) dijabarkan secara konsisten dan sistematis dari subordinat yang terdapat pada bagian analisis pembelajaran,
(2) menggunakan satu kalimat atau lebih, dan
(3) pernyataanyang digunakan sangat membantu dan berlaku dalam penyusunan butir-butir tes.
Indikator pembelajaran yang baik memiliki empat kriteria, yaitu
(1) a subject, yaitu orang yang belajar,
(2) a verb, yaitu kata kerja aktif yang dapat menunjukkan perubahan tingkah laku,
(3) a condition, yaitu keadaan yang diperlukan pada saat siswa belajar, dan (4) standard, yaitu kriteria keberhasilan belajar yang ingin dicapai.
Indikator pembelajaran dimaksudkan untuk membangun harapan-harapan dalam diri pebelajar tentang hak-hak yang harus dikuasai setelah belajar. Dengan kata lain, siswa yang mengetahui sasaran yang ingin dicapai cenderung dapat mengorganisasi kegiatan belajarnya ke arah tujuan yang ingin dicapai, sehingga sasaran pembelajaran dapat memotivasi siswa untuk belajar.

A.1.e. Menetapkan Strategi Pengorganisasian Isi Pembelajaran
Menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran segera bisa dilakukan
setelah analisis dan penetapan tipe serta karakteristik materi pembelajaran. Pemilihan
strategi pengorganisasian pembelajaran sangat dipengaruhi oleh tipe isi bidang studi yang dipelajari dan bagaimana struktur isi bidang studi tersebut. Hasil langkah ini akan berupa penetapan model untuk mengorganisasi isi bidang studi, baik tingkat mikro maupun makro.


A.1.f.Menetapkan Strategi Penyampaian Isi Pembelajaran
Menetapkan strategi penyampaian pembelajaran didasarkan pada hasil analisis
sumber belajar. Daftar sumber belajar yang telah tersedia dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Pada langkah penetapan strategi penyampaian isi pembelajaran, daftar yang telah dibuat tersebut dijadikan dasar dalam memilih dan menetapkan strategi penyampaian pembelajaran. Hasil langkah ini adalah berupa penetapan model untuk menyampaikan materi pembelajaran.


B. Pemanfaatan Medium Modul dalam Pembelajaran
Pemanfaatan adalah proses, cara, perbuatan untuk mendatangkan faedah atau menggunakan modul dalam proses pembelajaran.
Dalam hal pemanfaatan modul dalam pembelajaran adalah mencakup 4 hal yaitu :
1.Sebagai Sumber belajar ;Sumber belajar yang telah disusun secara struktur dan terencana.Pembaca diuntungkan kareba dengan kejelasan struktur materi akan mempermudah pembaca dalam memilih materi
2.Sebagai petunjuk ; Petunjuk untuk memahami materi yang diberikan dan cara mempelajarinya.
3.Sebagai motivator ; Motivator untuk terus membaca dan memahami materi.
4.Sebagai alat ; alat untuk mengukur tingkat pencapaian dalam belajar.

C. Pengembangan dan Pemanfaatan Handout dalam pembelajaran
Handout dapat berisi penjelasan singkat dan atau elaborasi tentang suatu materi bahasan, menjelaskan kaitan antartopik, memberi pertanyaan dan kegiatan pada para pembacanya, dan juga dapat memberi umpan balik dan langkah tidak lanjut. Manfaat handout adalah melengkapi kekurangan materi, baik materi yang diberikan dalam buku teks maupun materi yang diberikan secara lisan.



C.1. Tahap-tahap Pengembangan handout.

a. Mengevaluasi bahan ajar dengan berpatok pada tujuan instruksional.
b. Berdasarkan hasil evaluasi, putuskan materi yang p[erlu dikembangkan dengan menggunakan handout baru, atau pengayaan.
c.Memutuskan isi handout berupa ringkasan
d.Memutuskan cara penyajian : narasi, tabel, gambar, diagram atau kombinasi semua.
Adapun handout dapat dikembangkan dengan beberapa model yaitu :
a.Peta atau diagram
b. Annotated bibiliografi
c.informasi tambahan
d. Memberikan contoh baru dan contoh tambahan
e.Memberikan kasus untuk dipelajari dan diselesaikan.

C.2. Pemnafaatan Medium Handout daklam proses Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, handout dapat digunakan untuk tujuan berikut :
1.Bahan rujukan ; Materi yang disuguhkan harus baru sehingga peserta didik dapat di expose dengan idu mutakhir.
2.Pemberi motivasi ; dapat menyelipkan pesan-pesan yang menimbulkan kesan motivasi.
3.Pengingat ; sebagai pengingat yang dapat digunakan peserta didik dalam mengulas pelajaran yang sudah dipelajari.
4.Memberi umpan balik
5.Menilai hasil belajar ; tes dalam handout dapat digunakan sebagai ukuran dalam hasil pencapaian hasil belajar.

D. Pengembangan dan Pemanfaatan LKS dalam Pembelajaran
1. Pemanfaatan
Melalui LKS kita dapat memancing siswa agar secara aktif terlibat dengan materi yang dibahas. Pemanfaatan LKS adalah dengan menerapkan metode “SQ3R” . SQ3R adalah suatu metode studi yang mencakup lima tahap.
1. Survey : Menyurvei
Misalnya :
Memeriksa secara keseluruhan tugas yang telah diberikan , memperhatikan judul serta sub-sub judul bab utama. Serta memperhatikan organisasi bab tersebut.
2. Question : Membuat pertanyaan
Misalnya :
Apabila kita membaca untuk menjawab sejumlah pertanyaan maka kita akan membaca lebih hati-hati serta seksama dan kita akan mengingat lebih baik apa yang kita baca. Dalam survey yang kita lakukan terhadap tugas, mungkin telah kita temui beberapa butir yang telah membangkitkan rasa ingin tahu kita.
3. Read : Membaca
Misalnya :
Seperti yang kita ketahui , setiap paragraf mengembangkan satu pikiran pokok . kalau kita menggabungkan keseluruhan pikiran pokok menjadi satu kesatuan,maka tercerminlah ide-ide utama dari serangkaian paragraf-paragraf dalam satu bab.
4. Recite : Meringkas
Misalnya :
Kita dapat meyakinkan diri sendiri bahwa kita dapat membayangkan atau memvisualisasikan bacaan yang telah kita baca, dengan kata lain menceritakannya kembali setiap isi dan bagian-bagiannya. Semakin cermat dan teratur kita membaca dan mengingatnya, maka semakin tinggi pula taraf penguasaan kita terhadap bacaan tersebut..

5. Review : Mengulang
Misalnya :
Memeriksa kembali keseluruhan bagian, jangan diulang baca. Tetapi hanya melihat judul-judul, gambar-gambar diagram-diagram , tinjau kembali pertanyaan-pertanyaan, dan sarana-sarana studi lainnya, untuk menyakinkan bahwa kita telah mempunyai suatu gambaran yang lengkap mengenai tugas atau bacaan.
2. Desain
Berikut ini batasan umum yang dapat dijadikan pedoman pada saat menentukan desain LKS.
1.Ukuran LKS adalah A4 siswa akan mempuyai cukup ruang untuk membuat bagan. jika anda menentukan ukuran LKS adalah A5 (setengah kuarto), siswa akan kesulitan membuat bagan karena ruangan yang tersedia sangat terbatas.
2.Kepadatan Halaman
Halaman yang terlalu padat akan mengakibatkan siswa memfokuskan perhatian.
3.Kejelasan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jelas berarti terang, nyata,gamblang.Kita harus dapat memastikan materi atau instruksi yang diberikan dalam LKS dapat dengan jelas dibaca siswa. Sebaik apa pun materi yang disiapkan tetapi jika siswa tidak dapat memahami atau membacanya maka LKS tidak memberikan hasil yang optimal. Misalnya halaman LKS tidak berurutan sehingga membuat siswa bingung, atau pembahasan materi yang di ketik terbolak-balik.


3. Prosedur Pengembangan
Ada empat langkah dalam mengembangkan LKS yaitu :
a. Tentukan Tujuan Instuksional yang Akan dIturunkan dalam LKS
Berdasarkan tujuan instruksional ini, tentukan desain LKS
Desain LKS
Ukuran : A4
Pengorganisasian :
1.Penjelasan cara menghadapi LKS
2.Uraian materi
3.kerja siswa


b.Pengumpulan bahan
Dapat menentukan materi atau bahan dan tugas yang akan dimuat dalam LKS. Misalnya , memuat materi membaca. Lalu menentukan rincian tugas yang harus dilakukan siswa, misalnya :
a.Siswa mampu menjelaskan pengertian membaca
b.Siswa dapat menjelaskan jenis-jenis membaca
c.Siswa memahami hubungan membaca dengan imu lain.
c.Penyusunan Elemen
Mengintegrasikan desain (hasil dari langkah pertama) dengan materi dan tugas (sebagai hasil dari langkah kedua).
d.Cek dan Penyempurnaan
Ada empat variabel yang harus dilihat sebelum LKS dibagikan ke siswa. Keempat variabel tersebut sebagai berikut.
a.kesesuaian desain dengan tujuan instruksional. pastikan desain yang ditentukan dapat mengakomodasi pencapaian tujuan instruksional.
b.Kesesuaian materi dengan tujuan instruksional. Pastikan materi yang dimuat dalam LKS (baik yang dikembangkan sendiri maupun yang didapatkan dari bahan yang sudah ada) sesuai dengan tujuan instruksional yang ditargetkan.
c.Kesesuaian elemen dengan tujuan instruksional. Pastikan tugas dan latihan yang anda berikan menunjang pencapaian tujuan instruksional.
d.Kejelasan penyampaian . Apakah LKS mudah dibaca, apakah tersedia cukup ruang untuk mengerjakan tugas yang diminta

Kesimpulan

Pengembangan dan pemanfaatan modul sangat bergunan diterapkan dalam proses pembelajaran dalam rangkan mencapai mutu atau kualitas hasil pembelajaran yang baik efektif. Dalam pengembangan Modul kita akan dipersiapkan mengenai hal-hal yang harus kita persiapkan sebelum mempelajari modul. Sementara itu ada beberapa model atau cara dalam mengembangkan modul dalam proses pembelajaran.
Selain modul, kita perlu membuat ulasan kembali dari materi yang dibahas dalam modul tersebut yang dinamakan handout yang juga akan menguatkan ingatan kita terhadap materi yang dibahas. Terlepas dari itu semua kita perlu mengembangkan dan pemanfaatan LKS (Lembar Kerja Siswa), karena melalui LKS siswa akan terpancing untuk aktif dengan materi yang dibahas. Pemanfaatan LKS adalah dengan menerapkan metode SQ3R.

Minggu, 26 Juni 2011

Almarhum Drs. Antilan Purba, M.Pd

Antilan Purba : Sosok yang Tak Akan Pernah Dilupakan…

Antilan Purba, lahir di Pematangbandar, Simalungun, Sumatera Utara pada 8 Maret 1958. Menamatkan SD Hikmah (1972) dan SMP Negeri (1975) di Pematangbandar, serta SMA Negeri di Perdagangan (1979). Menyelesaikan Studi dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS IKIP Medan (sekarang Fakultas Bahasa dan Seni Unimed) dengan skripsi Hubungan Penguasaan Pengetahuan Bahasa dan Keterampilan Membaca Pemahaman Siswa SMA, 1984. Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Jurusan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dari Program Pascasarjana (PPs) IKIP Bandung (sekarang UPI Bandung) pada tahun 1955 dengan tesis Kompetensi Komunikatif Lisan Dosen : Studi Kulaitatif Empat Orang Dosen di Dalam Pemakaian Bahasa Indonesia Baku Lisan sebagai Bahasa Pengantar Ceramah di FPBS IKIP Medan.

Selain menjadi dosen, beliau juga aktif dalam kegiatan-kegiatan kebudayaan dan sastra. Karena aktivitas tersebut, maka beliau sering menjadi pemateri dalam berbagai seminar dan diskusi public terkait Kebudayaan dan Sastra di Sumatera Utara. Bahkan dalam medio 2009-2011, beliau berperan aktif dalam diskusi-diskusi untuk menggaungkan nama ILMIBSI (Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Budaya dan Sastra se-Indonesia) sebagai salah satu wadah pergerakan mahasiswa di bidang kebudayaan dan sastra. Diskusi yang diadakan oleh Senat Mahasiswa FBS Unimed bersama beliau adalah Seminar Budaya dan Sastra Sumatera Utara,2009(pasca Rakernas di UNY Yogyakarta). Serta Pembahasan Draft RUU Kebudayaan dan Kurikulum Kebudayaan yang terakumulasi dalam satu makalah yang dipresentasikan di Pertemuan Rapat Kosolidasi Nasional ILMIBSI di UNS Surakarta, 2010. Beliau juga sering mengadakan diskusi dan komunikasi dengan beberapa sastrawan dan budayawan Sumatera Utara di Taman Budaya Sumatera Utara.

Beliau menjadi dosen di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS IKIP Medan (sekarang FBS Unimed) sejak tahun 1986. Beliau juga pernah mengajar di SMP dan SMA (1984-1988) di Yayasan Pesantren Modern Adnan dan Yayasan Pendidikan Prof. Dr. Kadirun Yahya,MA.

Sempat dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan, pada tanggal 24 Februari 2011, tepatnya pukul 23.30, beliau menghembuskan nafas terakhir menghadap Sang Khalik. Beliau merupakan sosok yang tak terlupakan bagi segenap keluarga, sahabat-sahabat, dan mahasiswa Universitas Negeri Medan. Sosok yang humoris ini dimakamkan pada tanggal 25 Februari 2011 setelah sholat Jum’at di Medan, Sumatera Utara.

Jasad boleh berpisah, tetapi semangat beliau jelas tertuang pada setiap karya-karyanya. Hasil Karyanya adalah sebagai berikut :
1. Kompetensi Komunikatif Bahasa Indonesia :Ancangan Sosiolinguistik, USU Press, 1996.
2. Bahasa, Sastra,dan Wacana, USU Press, Medan :1997
3. Kompetensi Komunikatif, Teori dan Terapan dalam Pembelajaran Bahasa dan Penelitian Bahasa, USU Press, Medan 1998.
4. Sastra Indonesia Kontemporer, USU Press, Medan : 2001
5. Pragmatik, USU Press, Medan : 2002
6. Otonomi Budaya, FBS Unimed, 2004
7. Sastra Media Pembentuk Pribadi Berakhlakulkarimah, Laboratorium Sastra, Medan,2004
8. Stilistika, FBS Unimed,2004
9. Teori Sastra Indonesia, FBS Unimed, 2004
10. Kompleksitas Sastra Indonesia, USU Press, Medan : 2007
11. Sastra Bangsa Indonesia, USU Press, Medan :2008
12. Bahasa Indonesia Baku Pemakaiannya dengan Baik dan Benar, USU Press, Medan:2008
13. Politik Sastra Indonesia, USU Press, Medan : 2008
14. Esai Sastra Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta:2008
15. Stilistika Sastra Indonesia :Kaji Bahasa Karya Sastra, USU Press, Medan :2009
16. Sastra dan Manusia, USU Press, Medan :2009


“…kuhembuskan buih-buih cintaku
hanya kepadamu
yang tegak bagaikan karang
menantang ombak peradaban…”

Semangatmu itu tetap ada…,
Muhammad Basir Matondang

eMBeBasirBloG

eMBeBasirBloG
ubuntu
ILMIBSI
Facebook
Bertahta di Bumi Cinta...
Hanya malam kelam,
Menitipkan Hadiah dari Syurga
Menjelajah bersama sang Aquarius ke Pompeii
Cakrawala hanya bertasbih di hadapan-Nya